Nih Tuntutan Pgri Dalam Obrolan Pendidikan Dengan Wakil Presiden Jk

Share:

PGRI ketika ini sedang memperjuangkan beberapa hal penting terkait dengan kesejahteraan para guru di Indonesia. Informasi ini kami kutip eksklusif dari salah satu blog ketua Kota Sukabumi. Apakah anda ingin tahu apa saja yang jadi tuntutan PGRI Dalam Dialog Pendidikan Dengan wapres jusuf Kalla? terkait dengan usaha para guru ketika ini tentunya yang telah usang mengabdi baik di kawasan maju maunpun terpencil.

Tuntutan PGRI Dalam Dialog Pendidikan

pertama berkaitan dengan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Plt. Ketua Umum PB PGRI Dr Unifah Rosyid menjelaskan perlunya TPG disatukan dengan gaji. Aturan TPG berbelit-belit dan banyak merugikan guru. Tunjangan profesi dosen (TPG dosen) berjalan lancar sebab menempel pada gaji. Bila disatuakan TPG dengan honor maka para guru akan damai dan siap meningkatkan pengembangan diri. Juknis TPG harus dilarang sebab rumit dan merugikan guru.

Kedua duduk kasus distribusi guru. Kebutuhan guru harus dianalisis dengan komprehensif terutama di jenjang SD (SD). Guru yang pensiun segera digantikan oleh guru honorer K-2 dan guru honorer non kategori. Karena jasa mereka dan peranannya sangat memilih dalam menopang kekuranganguru di setiap satuan pendidikian. Diskriminasi terhadap guru PNS dan honorer masih terjadi dimana-mana. Terutama yang honorer di sekolah negeri tidak sanggup mengikuti kegiatan sertifikasi (PLPG/PPGJ), menjadi guru ke luar negeri, mengikuti Olimpiade Guru Nasional (OGN), beasiswa pendidikan dll. Karena mereka tidak mendapat SK kepala kawasan yang menjadi prasyarat mendapat NUPTK dan banyak sekali kegiatan atau kegiatan kependidikan.

Ketiga, meminta kepada pemerintah sentra semoga pemerintah kawasan sanggup mengangkat guru honorer dengan jaminan santunan Gaji Minimum Profesi Guru dari APBD. Hal ini harus dilakukan semoga para pendidik sebagai elemen terpenting dalam membangun SDM kawasan melalui proses pendidikan tidak “sengsara”. Sungguh sangat anomalis terjadi dilapangan pendidikan kita. Sebagai contoh, dua orang guru yang sudah puluhan tahun mengajar mempunyai kiprah yang sama namun kesejahteraan yang jauh berbeda. Bila yang satu sudah PNS dengan honor dan TPG berpenghasilan Rp. 7 juataan dan yang satu lagi masih honorer di negeri dengan honor dibawah Rp. 1 juta, bahkan sanggup dibawah Rp. 5.00 ribu. Ini satu realitas kesejahteraan guru yang “zig-zag” dan memperburuk dimensi pendidikan kita.

baca juga: PGRI Minta Tunjangan Profesi Guru Dipermudah

Keempat, Hari Guru Nasional (HGN) harus diselenggarakan secara bahu-membahu dengan HUT PGRI sesuai Kepres No 78 Tahun 1994. Mengapa demikian? Karena HGN yakni satu momen penting kenegaraan berkaitan usaha pendidikan terkait dengan hari lahirnya organisasi guru se-Indonesia yang kebetulan namanya yakni PGRI. Biarlah “kegaduhan” seremoni HGN dan HUT PGRI 25 November 2015 sebagai pelajaran dan jangan terulang lagi. Intinya pemerintah dan PGRI yang sudah lahir sebelum pemerintah ini ada sebaiknya bersinergi merayakan HGN dengan semua organisasi profesi. Dalam konsep saya “Bersatulah Guru Menuju Pendidikan Bermutu”. Guru bersatu negeri ini akan lebih baik/bermutu apalagi kalau para gurunya bahu-membahu dalam ruang dan idelaisme yang lebih harmoni. BACA SELENGKAPNYA

Advertisement
 
Advertisement
 


EmoticonEmoticon