Menjadi orang jago dan panutan orang lain tidak harus berasal dari tempat yang urban dengan gaya hidup serba modern dan berkecukupan. Kisah positif yang patut di pola yaitu Kristiani seorang guru dari MTsN 1 Sampit yang mendapat gelar guru berprestasi tingkat nasional. Diawali menjadi seorang guru honorer di tempat yang terpencil bukan merupakan kendala untuk mentorehkan prestasi di tingkat nasional. Tak tanggung- tanggung guru yang sekarang mengajar sebagai guru di MTsN 1 Sampit sukses membawa dua gelar sekaligus dalam dua bulan. Setelah berhasil menyabet juara tiga guru berprestasi dalam kategori guru madrasah tsanawiyah tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Kementeria Agama pada bulan Oktober lalu, sekarang ia kembali mendapat juara dua pada kompetisi guru SMP (SMP) berprestasi tingkat nasional yang di adakan oleh Kementrian Pendidikan serta Kebudayaan pada bulan November lalu. Hal inilah yang menyebabkan Kristiani seorang guru dari tempat terpencil menjadi trending topik sebagai guru berprestasi ketika ini.
Untuk meraih gelar juaran nasional Kristiani harus harus menjalani beberapa seleksi ketat mulai dari tingkat kabupaten sampai provinsi. Setelah ia di umumkan sebagai yang terbaik pada tingkat provinsi, guru yang pernah menempuh pendidikan S1 di Universitas Palangkaraya ini berhak untuk mewakili wilayahnya (Kalimantan Tengah) untuk bersaing dengan 33 penerima perwakilan provinsi yang ada di Indonesia ini untuk menjadi yang terbaik. Kristiani sendiri mengaku butuh waktu yang tidak sebentar untuk sanggup ikut lomba tersebut sehingga ia sanggup membawa gelar juara. Tidak hanya disibukkan dengan menyusun karya ilmiyah dengan jumlah berkas yang begitu banyak, bahkan saking banyaknya ia mengaku menghabiskan biaya bagasi pesawat sebesar Rp 1,8 juta lebih mahal tiket pesawat dari Kalteng ke Jakarta. Dengan semangat yang gigih dan pengabdian yang tinggi inillah merupakan salah satu faktor ia sanggup membawa gelar sebagai guru berprestasi.
Dalam usahanya mendapat juara Kristiani menulis wacana model pembelajaran secara kontekstual yang dilakukan di luar kelas namun masih menjadi satu dengan proses mencar ilmu mengajar di dalam kelas. Guru pengampu mata pelajaran bahas Ingris ini mengajak penerima didiknya keluar rungan untuk mengamati lingkungan sekitartnya kemudian siswa diminta untuk mendiskripsikan apa yang mereka lihat dengan memakai bahasa Inggris. Model pembelajaran semacam ini menyebabkan siswa sebagai pusatnya dan guru hanya sebagai fasilitator. Cara ini dianggap juri lebih hidup dan tidak membosankan sehingga proses mencar ilmu mengajar sanggup berjalan secara maksimal. Konsep mengajar inilah yang membawa guru dari tempat pelosok mendapat gelar guru berprestasi. Dan tentunya dengan pengalaman serta tempat dimana ia mengajar sangat menginspirasi bagi banyak orang.
EmoticonEmoticon